Pilih Laman
inChanger

Satu per satu perusahaan besar mulai berinvestasi di Bitcoin. Paling tidak ada tujuh perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa saham global yang investasi di mata uang digital (cryptocurrency) termasuk Tesla. Apa yang terjadi?
Ketujuh perusahaan itu adalah Silvergate Capital (Bank Kanada), Mogo (fintech kanada), Microstrategy (perusahaan IT), PayPal (pembayaran digital) Square (pembayaran digital) Galaxy Holdings (perusahaan investasi) dan Tesla (produsen mobil listrik).

Masuknya Tesla milik Elon Musk, orang terkaya di dunia, dengan membeli US$1,5 miliar atau setara Rp 21 triliun telah memberikan energi baru dan mendongkrak harga Bitcoin 20% dalam semalam sehingga harga Bitcoin mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah mencapai Rp 650 juta per koin.

Lantas apa artinya kenaikan harga Bitcoin dan masuknya Tesla ke Bitcoin? Dalam risetnya Bahana Sekuritas dalam satu tahun terakhir harga cryptocurrency sudah reli 400% karena kapitalisasi pasarnya yang kecil. Saat ini kapitalisasi pasar cryptocurrency mencapai US$5,1 triliun.

“Ini relatif kecil dibandingkan dengan kapitalisasi pasar emas yang mencapai US$11 triliun, obligasi pemerintah US476 triliun, dan saham global US$105 triliun,” tulis analis Bahana Satria Sambijantoro, Dwiwulan, dan Raden Rami Ramdana.

Kapitalisasi pasar yang kecil ini menawarkan ruang kenaikan harga di tengah-tengah aliran likuiditas dari stimulus bank sentra, meningkatnya minat investor ritel. Bahkan di Indonesia berinvestasi di Bitcoin kian mudah karena adanya startup yang mengembangkan platform transaksi.

Namun Bitcoin dan cryptocurrency lainnya tidak bukan pengganti uang fiat atau uang resmi. Alasannya, peredarannya tak dikontrol bank sentral dan pasokannya terbatas. Bitcoin hanya punya 21 juta keping. 18,5 juta telah ditambang dengan nilai US$150 miliar.

Harga Bitcoin yang tinggi juga penghambat pengguna Bitcoin dan cryptocurrency digunakan sebagai e-wallet. Bahkan Bitcoin tak bisa dijadikan aset lindung nilai yang efektif terhadap vilatilitas makro.

“Saat ini, permintaan Bitcoin sebagian besar tetap untuk tujuan investasi dan spekulatif, dengan pasokan terkonsentrasi pada beberapa pemain besar yang tindakannya sangat memengaruhi harga,” tulis Bahana.

“Pandangan kami di sini adalah bahwa, sementara cryptocurrency sekarang berada pada momen paling menarik bagi investor ritel, sifat non-defensif Bitcoin sebenarnya dapat membuatnya kurang menarik bagi investor institusional Wall Street, perusahaan, dan bankir sentral yang mencari aset beta-negatif untuk melindungi nilai mereka. portofolio (harga yang digelembungkan oleh kelebihan likuiditas), atau posisi terhadap pembalikan tiba-tiba dalam sentimen.”

Dalam risetnya Bahana juga meminta investor untuk berhati-hati dengan langkah Tesla berinvestasi di Bitcoin. Pasalnya, ketika likuiditas global mengetat, langkah Tesla mengumpulkan uang tunai dan melikuidasi portofolio Bitcoinnya dapat memicu spiral ke bawah yang bisa merusak pasar cryptocurrency hingg aliran global yang digerakkan ritel.

“Dalam pengarsipannya, Tesla memang memperingatkan investor tentang volatilitas pendapatan di depan karena Bitcoin: investasi cryptocurrency sebesar US$1,5 miliar, misalnya, cukup besar dibandingkan dengan arus kas bebas US$1,9 miliar yang dihasilkan Tesla pada kuartal IV-2020.”

 

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210209173912-37-222252/semua-borong-bitcoin-tesla-square-paypal-ada-apa/2

inChanger